Karakteristik Siswa Abad 21
Bagaimana karakteristik siswa abad 21 dalam suatu proses
pembelajaran berbasis web? Semua sepakat bahwa siswa jaman sekarang atau yang
sedang populer disebut sebagai siswa zaman now, adalah berbeda dengan
karakteristik siswa jaman dulu. Jika dahulu siswa praktis hanya memiliki
peluang belajar pada lembaga sekolah, tetapi sekarang sumber belajar ada di
mana-mana dan bahkan terbawa ke mana-mana. Melalui smartphone berbasis android
misalnya, siswa jaman sekarang bisa dengan mudah belajar sesuai dengan yang
diinginkan. Sebuah mesin pencari yang begitu populer, yaitu google, siswa
sekarang bisa mendapatkan berbagai informasi pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan. Sudah tidak diragukan lagi, bahwa perilaku belajar siswa sekarang,
sangat bergantung atau bahkan mengga ntungkan diri pada mesin pencari google
itu.
Jika ada pertanyaan keahlian apa yang diperlukan oleh siswa pada
era abad 21? Menurut Bernie Trilling dan Charles Fadel (2009), dalam bukunya
berjudul 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, mengidentifikasi
ada beberapa kecakapan yang harus dimiliki oleh generasi abad 21 mencakup nilai
dan perilaku seperti rasa keingintahuan tinggi, kepercayaan diri, dan
keberanian. Keterampilan dan kecakapan abad 21 mencakup tiga kategori utama,
yaitu:
- Keterampilan belajar dan inovasi: berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi dan kreativitas kolaboratif dan inovatif.
- Keahlian literasi digital: literasi media baru dan literasi ICT.
- Kecakapan hidup dan karir: memiliki kemamuan inisiatif yang fleksibel dan inisiatif adaptif, dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya, kecakapan kepemimpinan produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab.
Dalam abad 21 menuntut karakteristik siswa yang memiliki
keterampilan belajar dan inovasi, yaitu yang berkait dengan kemampuan berpikir
kritis. Kemampuan ini menuntut kebebasan berpikir dalam suatu proses
pembelajaran. Faktanya, dalam prosses belajar mengajar di lembaga sekolah
sekarang ini masih banyak siswa kesulitan bertanya, dan bahkan takut bertanya.
Terdapat beberapa penyebab mengapa siswa kurang memiliki kemampuan bertanya, karena
selama ini lebih banyak pendekatan pembelajaran berpusat pada guru (teacher
center). Memang tidak mudah menghilangkan kendala kultural ini, karena masih
berkembangnya persepsi bahwa guru adalah pusat sumber belajar utama, dan guru
harus serba tahu.
Akan tetapi dalam abad 21, pendekatan seperti itu sudah tidak
cocok lagi jika memang ingin membentuk karakteristik siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis. Pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa (student
center) sebagaimana yang dianjurkan selama ini adalah suatu keharusan. Murid
harus dipandang sebagai subyek aktif yang memiliki daya seleksi dan daya
interpretasi, serta daya kreasi tinggi terhadap topic apa yang diangkat dalam
suatu proses pembelajaran. Pendekatan ini bukan berprinsip benar atau salah,
tetapi prinsipnya bagaimana mengembangkan kemampuan bernalar dan berargumentasi
siswa. Oleh karena itu penerapan model pembelajaran konstruktivistik seperti
pembelajaran kooperatif, metode diskusi, curah pendapat, dan debat perlu
diintensifkan, sehingga melatih siswa memiliki kemampuan bertanya dan tidak
takut bertanya dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
pemecahan masalah.
Dalam era berkemajuan seperti sekarang ini, maka siswa harus
memiliki karakter kreatif dan inovatif. Ketika sekarang dunia menyodorkan
peluang untuk mengembangkan industry kreatif berbasis digital, maka siswa perlu
mengembangkan diri kemampuan kreatif dan inovatif. Era industry kreatif
menuntut berbagai produk yang utamanya dihasilkan oleh pikiran atau ide-ide
kreatif, bukan
keterampilan fisik. Fakta juga sudah menunjukkan bahw generasi
muda sekarang yang bergerak pada industry kreatif semakin banyak, dan industri
daring ini sekarang telah menjadi tumpuan harapan Indonesia di masa depan.
Abad 21 menuntut siswa memiliki keahlian literasi digital atau
literasi media baru dan literasi ICT. Secara keseluruhan, jika dibandingkan
dengan guru, literasi digital boleh dibilang lebih tinggi di kalangan siswa.
Argumen ini berangkaat dari logika berpikir sekuensial, bahwa generasi
belakangan pasti lebih cepat dalam menerima kehadiran teknologi baru. Sekarang
dikenal apa yang disebut sebagai generasi digital imigran dan digital natif.
Generasi digital imigran adalah generasi tua, termasuk sebagian besar guru di
Indonesia. Sementara itu generasi digital natif adalah mereka yang sejak usia
dini sudah terbiasa dengan media digital dalam aktivitas sehari-hari, mulai
dari aktivitas bermain, belajar, dan kegiatan apa pun yang relevan. Siswa
generasi digital natif ini dapat dikatakan sudah relatif memiliki tingkat
literasi digital cukup tinggi.
Literasi ICT jika mengacu pada pengertian PBB cukup luas
cakupannya. ICT berarti meliputi juga media lama seperti radio dan televisi,
jadi bukan saja media baru seperti gawai atau telepon genggam yang berbasis
android terkoneksi jaringan internet. Oleh karena itu siswa pada abad 21 adalah
mereka yang memiliki kemampuan mengenali, menggunakan secara teknis, dan
memanfaatkan pada aktivitas pembelajaran. Penggunaan televisi sebagai media
pembelajaran instruksional misalnya, juga merupakan kemampuan literasi ICT,
karena itu siswa bisa juga terlibat dalam pembelajaran audiovisual. Lebih dari
itu, sekarang yang sedang tren adalah bahwa siswa terlibat secara intensif
dalam proses pembelajaran web, termasuk juga penggunaan multimedia interaktif.
Karakteristik siswa abad 21 berkaitan dengan kecakapan hidup yang
bukan saja sekadar pasif menerima begitu saja keadaan. Akan tetapi perlu
senantiasa mengambil insiatif dalam berbagai aktivitas pembelajaran, sehingga
terus adaptif dengan terhadap perkembang teknologi baru yang semakin canggih.
Temuan teknologi infomarsi dalam bidang pendidikan terus terjadi secara
susul-menyusul dalam rentang waktu yang semakin cepat jarak intervalnya. Karena
itu, berbagai aplikasi pembelajaran dalam elearning misalnya, terus menawarkan
temuan baru
dalam jarak yang relatif pendek, sehingga siswa diterpa oleh
kehadiran inovasi pendidikan melalui temuan aplikasi baru. Dalam pada itu jika
siswa tidak memiliki kemampuan adaptif terhadap inovasi teknologi digital ini,
maka akan semakin tertinggal dan akibatnya kurang memiliki akses untuk masuk
dalam dunia masyarakat siber.
Siswa abad 21 juga dituntut memiliki karakter kecakapan sosial
dalam interaksi antarbudaya dan antarbangsa, karena dunia semakin mengglobal
dan menjadi satu kesatuan. Jika ingin mengembangkan berbagai pengetahuan dan
keterampilan, serta keahlian yang sesuai dengan minatnya, siswa bisa berbagi
(sharing) dengan berbagai siswa di seluruh dunia. Dunia siber telah memberikan
fasilitas memadai untuk bisa berkomunikasi kepada siapa pun melalui internet
atau pun media sosial ke seluruh dunia. Karena itu belajar dalam ruang virtual
memungkinkan untuk berbagi ilmu pengetahuan dan keahlian sesuai dengan minat
dan bakatnya.
Dalam pada itu, siswa pada era digital juga dituntut untuk
memiliki kemampuan bekerjasama secara tim, bukan saja antarsiswa di lingkungan
kelasnya, tetapi bisa menembus batas ruang dan waktu, ke dunia siber antarsiswa
di seluruh dunia. Kerjasama dalam ini konteks ini menuntut kemampuan kreatif
dan daya inovatif agar apa yang dimiliki siswa memang memiliki daya tawar
tinggi sehingga menarik perhatian. Misalnya pengetahuan dalam bidang robotik,
budidaya tanaman, dunia permainan, dan temuan kreatif lain yang berguna bagi
pemecahan masalah, adalah hal-hal yang menarik perhatian generasi digital natif
dewasa ini.
Akhirnya, siswa pada abad 21 juga perlu memiliki kecakapan dalam
bidang kepemimpinan produktif dan akuntabel. Artinya apa yang ditawarkan dalam
bidang keahlian masing-masing harus benar-benar bisa dievaluasi secara fair,
sehingga teruji. Ini enting untuk mencari kepercayaan dalam komunikasi
antarbangsa antarkultur di dalam dunia virtual. Oleh karena itu kepemimpinan
produktif memang harus disertai sikap tanggung jawab terhadap apa yang telah
diputuskan secara bersama tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
kreativitas dan inovasi.
Begitulah, berbagai karakteristik yang dituntut dalam era digital,
yang semuanya memang harus dilandasi oleh sikap keingintahuan tinggi dan
kehendak
untuk maju dan progresif. Di atas itu semua, dalam era digital
dalam masyarakat jejaring sekarang ini adalah kemampuan belajar mandiri. Jadi
siswa zaman now mau tidak mau harus memiliki kemampuan belajar mandiri, karena
media baru telah menyediakan berbagai informasi yang begitu melimpah. Jika
sudah memiliki kemampuan belajar mandiri, maka pemanfaatan fasilitas belajar
berbasis web yang bersifat serba digital.
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
Tidak ada komentar:
Posting Komentar